Rabu, 24 September 2008

Para Bunda Pemelihara Bumi



- dedikasi untuk para sahabatku, ‘kader posyandu’ :
dari ibu Asep yang penuh semangat, ibu Romlah, ibu Atik, ibu Kumaryati, ibu Dedeh ‘si penjelajah’ dan ibu Dadang, juga ibu Sondati yang sudah sepuh

di Kebon Gedang
Ibu Nining, Ibu Lilis dan ibu Nina yang kader ‘canggih’ di Kebon Waru
serta ibu Neuneu dan ibu Lilis di Cibangkong


Dari lorong lorong pengap
di sela pikuk pasar dan pertokoan
Dari kampung kampung dekil
di pantat mal penjaja mimpi
dan ketiak gedung perkantoran
Pun di tengah himpitan selangkang hidup
tanpa kompromi sehari hari
Mereka, para bunda pemelihara bumi
tetap setia saling berbagi
Menjaga nurani, membasuh gerah negeri
Merawat tunas tunas penyambung generasi
Agar tak kembali hilang lenyap
tergerus jaman nan sarat hipokrisi

Mereka, para bunda pemelihara bumi
Yang rela menyerahkan diri
Yang juga tak ambil peduli
ketika kini diingat
ataupun kelak bakal dilupakan

- penelusuran beberapa kampung kumuh kota Bandung, untuk suatu tugas penelitian

Jumat, 12 September 2008

Berbagi, yang Membebaskan !


Melawat beberapa blog, terekam pernik pernik kegembiraan , optimisme, dan kebanggaan meruap. Tak sedikit yang tengah berjuang melawan jerat keraguan, kepedihan dan keprihatinan mengharukan. Namun juga amarah, yang membakar. Salut dan simpatiku untuk yang berani dan sudi berbagi, terutama pahit asam kehidupan. Tak semua siap melakukan hal yang sama. Aku pun termasuk yang terakhir. Perlu waktu beberapa jenak, untuk menerima sayatan luka - sekedar bagian unik hidup yang mesti dinikmati. Sebagaimana sepenggal kata bijak, ‘ Ini juga akan lewat nanti ‘ ...

Inilah beberapa kesaksianku atas hidup, yang tak selalu seindah pelangi.
Walau pedih bagai menatah hati, namun mampu membebaskan ....


Perjalanan 1

Gamang kini makin akrab,
Pilihan pilihan terasa kian berat
Langkah setapak yang menentukan
Ke puncak pendakian yang mencerahkan
Atau ke dasar lembah
- tanpa bayang
(awaljuni 2008)


Perjalanan 2

Di simpang jalan ini
Udara bertuba
Sengalkan nafasku
Mencecap gaung sunyi
dan getir nyeri,
sendiri
Mampus !
(awal juni 2008)


Arus, yang Menghanyutkan

Kerlip genit lampu malam,
berpendar menyilaukan
Menjelma dalam hasrat,
gelisah memabokkan

Memaku sadarku
dalam jebakan waktu
(awaljuni 2008)

Luka Sempurna

Matahari siang
Di puncak pendakian
Kering dan gerahnya
Sempurnakan lantak
di ulu hati
Hangus menyerpih,
tak bersisa !
(awal september 2008)



Senin, 01 September 2008

Kepada Muslimin Teguh

Dan manakala rembulan tinggal selengkung tipis
Berkemaslah anak-anak Abraham
Menyongsong Ramadhan yang penuh ampunan
Juga berkah melimpah

Hati yang khusyu' menyeru Asma Allah
laku yang zuhud bukakan mi’raj ruhaniah
Tentulah sembari tak alpa
menyapa sesama

Sebagaimana sepenggal kisah indah :
Maka, Nabi pun dengan retoris menawarkan
seonggok roti kepada seorang perempuan berpuasa
- yang tengah membentak sahayanya
Aku berpuasa ya Rasulullah, mengapa engkau
beri sepotong roti ?
Syahdan, menjawab sang Nabi,
banyak orang berpuasa, tetapi hasilnya
tiada lain sekedar lapar
dan dahaga


- Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan -

sumber inspirasi : Menuju Kesalehan Otentik, opini Haedar Nashir, Kompas, 30 Agustus 2008