Sabtu, 28 Maret 2009
Kenangan Semu
di senja yang temaram
dan hujan yang menderas
menggiring lamunan
bayang semu dirimu
yang menari di sela
jatuh air
Rabu, 05 November 2008
Perjalanan 3
di gunung ...
Air kali di sela bebatuan
Gemericik, yang menyusupkan makna
pada rahim keheningan
Kilau bening, yang mengalirkan
teduh hutan
sampai di kota ....
Air limbah di sela timbunan sampah
Gemericik yang hilang makna,
di telan bising kota
Aroma busuk dan kilau hitam, yang pantulkan
gelisah penghuninya
(jauh nian jalan ke pelukan Samudra ...)
Sabtu, 18 Oktober 2008
Sunyi, yang Memanggil
Di sela penat kerja yang menyesakkan, kesunyian selalu punya kesempatan untuk menyelinap. Walau beberapa kejap, namun bagai oase penyejuk di gurun kejaran waktu. Dia bisa datang kapan saja, tanpa kulonuwun. Menyeruak dari deretan angka-angka statistik, lalu lalang orang di jalan, bahkan di tengah percakapan dengan sahabat. Saat ia datang, semua gambar seakan melambat, slowmotion …
Jauh hari, seorang Eiji Yoshikawa - penulis legenda Musashi yang mengagungkan kesenyapan, mengingatkan agar kita tak terjebak dalam rutinitas yang dapat mengeringkan jiwa, bahkan membunuhnya. Simak saja sepenggal sajaknya berikut :
Apabila aku sibuk
gunung memandangku
apabila aku senggang
aku memandang gunung
walau kelihatannya sama, tapi tak sama
karena kesibukan lebih rendah
dari kesenggangan
Masihkah relevan dengan kekinian, yang sarat pengagungan materi ? Semua kembali pada kacamata apa yang kita gunakan …
Sekedar berbagi, inilah hasil ‘menyepi’ di tengah riuh keseharianku …
Slow, donk !
Waktu yang sibuk berpacu
Tak hendak jedakah kamu sejenak
Melupakan penat mengabaikan hitungan
Agar tak lepas kendali
Atau sekedar menjadi Sisipus dengan batunya
Naik turun gunung
Sia-sia ...
Andai
goresan rindumu
bertebaran di buku langit biru
bisikan manjamu
terngiang di helaan angin lalu
untuk siapakah itu ?
13 oktober 2008
Padang rumput, suatu siang
Arakan awan putih
di bentang biru langit
ilalang kering yang lelah
mencakarnya sia-sia
17 Oktober 2008
Rabu, 24 September 2008
Para Bunda Pemelihara Bumi

- dedikasi untuk para sahabatku, ‘kader posyandu’ :
dari ibu Asep yang penuh semangat, ibu Romlah, ibu Atik, ibu Kumaryati, ibu Dedeh ‘si penjelajah’ dan ibu Dadang, juga ibu Sondati yang sudah sepuh
di Kebon Gedang
Ibu Nining, Ibu Lilis dan ibu Nina yang kader ‘canggih’ di Kebon Waru
serta ibu Neuneu dan ibu Lilis di Cibangkong
Dari lorong lorong pengap
di sela pikuk pasar dan pertokoan
Dari kampung kampung dekil
di pantat mal penjaja mimpi
dan ketiak gedung perkantoran
Pun di tengah himpitan selangkang hidup
tanpa kompromi sehari hari
Mereka, para bunda pemelihara bumi
tetap setia saling berbagi
Menjaga nurani, membasuh gerah negeri
Merawat tunas tunas penyambung generasi
Agar tak kembali hilang lenyap
tergerus jaman nan sarat hipokrisi
Mereka, para bunda pemelihara bumi
Yang rela menyerahkan diri
Yang juga tak ambil peduli
ketika kini diingat
ataupun kelak bakal dilupakan
- penelusuran beberapa kampung kumuh kota Bandung, untuk suatu tugas penelitian
Jumat, 12 September 2008
Berbagi, yang Membebaskan !
Melawat beberapa blog, terekam pernik pernik kegembiraan , optimisme, dan kebanggaan meruap. Tak sedikit yang tengah berjuang melawan jerat keraguan, kepedihan dan keprihatinan mengharukan. Namun juga amarah, yang membakar. Salut dan simpatiku untuk yang berani dan sudi berbagi, terutama pahit asam kehidupan. Tak semua siap melakukan hal yang sama. Aku pun termasuk yang terakhir. Perlu waktu beberapa jenak, untuk menerima sayatan luka - sekedar bagian unik hidup yang mesti dinikmati. Sebagaimana sepenggal kata bijak, ‘ Ini juga akan lewat nanti ‘ ...
Inilah beberapa kesaksianku atas hidup, yang tak selalu seindah pelangi.
Walau pedih bagai menatah hati, namun mampu membebaskan ....
Perjalanan 1
Gamang kini makin akrab,
Pilihan pilihan terasa kian berat
Langkah setapak yang menentukan
Ke puncak pendakian yang mencerahkan
Atau ke dasar lembah
- tanpa bayang
(awaljuni 2008)
Perjalanan 2
Di simpang jalan ini
Udara bertuba
Sengalkan nafasku
Mencecap gaung sunyi
dan getir nyeri,
sendiri
Mampus !
(awal juni 2008)
Arus, yang Menghanyutkan
Kerlip genit lampu malam,
berpendar menyilaukan
Menjelma dalam hasrat,
gelisah memabokkan
Memaku sadarku
dalam jebakan waktu
(awaljuni 2008)
Luka Sempurna
Matahari siang
Di puncak pendakian
Kering dan gerahnya
Sempurnakan lantak
di ulu hati
Hangus menyerpih,
tak bersisa !
(awal september 2008)
Senin, 01 September 2008
Kepada Muslimin Teguh
Berkemaslah anak-anak Abraham
Menyongsong Ramadhan yang penuh ampunan
Juga berkah melimpah
Hati yang khusyu' menyeru Asma Allah
laku yang zuhud bukakan mi’raj ruhaniah
Tentulah sembari tak alpa
menyapa sesama
Sebagaimana sepenggal kisah indah :
Maka, Nabi pun dengan retoris menawarkan
seonggok roti kepada seorang perempuan berpuasa
- yang tengah membentak sahayanya
Aku berpuasa ya Rasulullah, mengapa engkau
beri sepotong roti ?
Syahdan, menjawab sang Nabi,
banyak orang berpuasa, tetapi hasilnya
tiada lain sekedar lapar
dan dahaga
- Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan -
sumber inspirasi : Menuju Kesalehan Otentik, opini Haedar Nashir, Kompas, 30 Agustus 2008